INDCYBER.COM, SAMARINDA – Memutuskan berpasangan dan maju melalui jalur independen di Pilwali Samarinda, bagaimana peluang Zairin-Sarwono?
Menurut Pengamat Politik dari Universitas Mulawarman Luthfi Wahyudi, peluang keduanya terbuka lebar. Karena partai politik atau independen itu hanya kendaraan. Lewat partai politik pun tidak ada jaminan bakal menang. Karena yang terpenting adalah elektabilitas dan ketokohan bakal calon.
“Kalau elektabilitas keduanya tinggi, tidak menutup kemungkinan partai politik akan mendukung,” ucap Luthfi Wahyudi.
Partai politik, kata Luthfi, terdiri dari dua macam. Ada yang ideologis. Calon yang diusung harus sejalan dengan ideologi partai. Kalau tidak, maka tidak akan diusung. Tapi juga ada partai politik yang pragmatis. Jika dinilai punya peluang menang dan memberikan keuntungan, maka tidak menutup kemungkinan bakal melirik kandidat tersebut.
“Kemungkinan bahkan sampai detik terakhir itu selalu ada. Apalagi kondisi partai politik di Indonesia kebanyakan pragmatis,” sebutnya kepada indcyber.com, Selasa (3/9/2019).
Soal tingginya dukungan warga atas pasangan Zairin-Sarwono, tidak mengherankan menurut Luthfi. Sebab keduanya sudah cukup populer dan memiliki modal ketokohan. Ditambah, Zairin maupun Sarwono punya latar belakang berbeda dan saling melengkapi.
“Secara elektabilitas Sarwono sudah punya modal lebih dulu, tapi secara kapabilitas kepemimpinan khususnya di birokrasi, Zairin Zain, lebih berpengalaman dibanding Sarwono. Perpaduan ini dibandingkan dengan kandidat lain yang sementara ini muncul jelas lebih unggul,” tuturnya.
Apalagi, tambah dia, Zairin sudah punya modal secara finansial. Kemudian Sarwono modal secara politik. Pernah menjadi pimpinan partai tingkat kota, sekretaris tingkat wilayah, dan pernah masuk dalam bursa pencalonan wakil wali kota Samarinda.
Selain itu, Sarwono juga memiliki modal politik lain. Dia punya mesin politik informal. Jaringan sempalan PKS yang kini membentuk organisasi masyarakat bernama Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi).
“Sekalipun bukan partai, tapi posisinya (Garbi) secara informal patut diperhitungkan,” sebutnya.
Nasib Mereka yang Berlaga Lewat Jalur Independen Merujuk data Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), saat pilkada serentak 2015, dari 135 pasangan calon independen hanya 13 pasangan calon yang terpilih. Dua pasang calon berasal dari Kaltim, yakni Neni Moeniani-Basri Rase di Bontang dan Rita Widyasari- Edi Damansyah di Kutai Kartanegara. Sisanya berasal dari Kota Tomohon, Kota Tanjungbalai, Kota Bukittinggi, Kota Banjarbaru, Supiori, Sabu Raijua, Rembang, Rejanglebong, Kutai Kertanegara, Ketapang, Gowa, dan Kabupaten Bandung.
Pada pilkada serentak 2017, ada 68 pasangan calon perseorangan yang terdaftar. Tapi hanya tiga calon yang terpilih. Mereka berasal dari Pidie, Boalemo, dan Sarmi.
Undang-Undang (UU) 12/2008 mensyaratkan partai politik yang akan mencalonkan kepala daerah sekurang-kurangnya 15 persen dari kursi DPRD atau 15 persen dari suara sah. Sementara UU 10/2016 yang menjadi payung hukum pilkada serentak menyaratkan partai politik minimal memperoleh kursi DPRD sebanyak 20 persen atau 25 persen suara sah. Dengan kata lain, jika suatu parpol ingin mencalonkan kepala daerah tetapi tidak memiliki jumlah kursi minimal DPRD yang ditentukan UU, maka solusinya dengan membangun koalisi dengan partai politik lainnya.
Di Samarinda, di Pilwali Samarinda 2020, dipastikan semua partai politik harus berkoalisi. PDIP dan Gerindra sebagai pemilik kursi mayoritas di DPRD Samarinda hanya memiliki masing-masing 8 kursi. Untuk mencalonkan wali kota dan wakil wali kota, partai politik harus memiliki setidaknya 9 kursi. Artinya koalisi partai politik mutlak dilakukan.
Berbeda dengan partai politik, untuk individu yang ingin ikut serta menjadi calon kepala daerah lewat jalur perseorangan, syaratnya adalah mendapatkan dukungan dari penduduk dengan pengumpulan surat dukungan bermaterai dan fotokopi KTP.
Syarat minimal ini disesuaikan dengan jumlah penduduk di provinsi atau kabupaten/kota dengan besaran presentase bermacam-macam. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 60/PUU-XIII/2015, basis data dukungan dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada pemilihan umum atau pemilihan terakhir.
Untuk Kota Tepian, jumlah DPT Samarinda dalam Pemilu 2019 sebanyak 557.051. Artinya, jika sepasang bakal calon ingin mengajukan diri untuk maju dalam bursa wali kota dan wakil wali kota Samarinda, maka pasangan tersebut harus memiliki setidaknya 7,5 persen atau sekira 41.779 surat dukungan bermaterai dan fotokopi KTP.(sp)