Indcyber.com, Berau – Skandal besar tengah mencuat di dunia kepelabuhanan. Dugaan pungutan liar (pungli) dalam penetapan tarif jasa di Terminal Ship to Ship (STS) Berau dan Muara Jawa mengguncang publik. Perusahaan operator pelabuhan, PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB), diduga melakukan praktik pungli sistematis yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 5,04 triliun.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa pungutan tidak sah ini dilakukan melalui mekanisme manipulasi tarif kepelabuhanan, termasuk biaya sandar, bongkar muat, dan pelayanan kapal, tanpa dasar hukum yang jelas serta di luar ketentuan resmi dari Kementerian Perhubungan dan Badan Usaha Pelabuhan.
Sejumlah pihak menilai, modus yang dilakukan PTB melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pelabuhan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, khususnya Pasal 295 ayat (1) yang menegaskan bahwa setiap kegiatan kepelabuhanan wajib tunduk pada peraturan dan izin resmi pemerintah.
Lebih jauh, perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi karena memanfaatkan jabatan dan fasilitas publik untuk keuntungan pribadi atau korporasi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindakan pungli seperti ini dapat dijerat dengan Pasal 12 huruf e, yang menyebutkan:
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan cara tidak sah, diancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.”
Jika terbukti, selain pidana individu, korporasi PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB) dapat dikenakan sanksi pidana korporasi sebagaimana diatur dalam Pasal 20 UU Tipikor, dengan ancaman pencabutan izin usaha dan perampasan aset hasil kejahatan.
Pengamat hukum maritim, Dr. H. Suryono, SH, MH, menegaskan bahwa pungli di sektor pelabuhan bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menciptakan iklim usaha tidak sehat.
“Kerugian Rp 5,04 triliun bukan angka kecil. Negara harus hadir. KPK, Kejaksaan, dan Kementerian Perhubungan wajib turun tangan untuk membongkar jaringan pungli ini sampai ke akar-akarnya,” tegasnya.
Sementara itu, lembaga antikorupsi Padepokan Hukum Kaltim (PADHI) dan Center for Budget Analysis (CBA) telah menyoroti kasus ini dan mendesak aparat penegak hukum segera melakukan audit investigatif dan penyitaan dokumen tarif PTB.
Kasus ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan indikasi korupsi terstruktur dan sistematis yang merusak tata kelola sektor pelabuhan nasional. Bila penegakan hukum berjalan konsisten, bukan tidak mungkin kasus pungli Rp 5,04 triliun ini menjadi skandal pelabuhan terbesar dalam sejarah Kalimantan Timur.
“Berani Bongkar, Demi Keadilan Negeri.”(aminuddin)
Indcyber.com, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menorehkan langkah tegas dalam pemberantasan korupsi kelas…
Indcyber.com, Berau, —Padepokan Hukum Indonesia (PADHI) bersama Center for Budget Analysis (CBA) kembali menyoroti dugaan…
Indcyber.com, Berau, — Aroma busuk korupsi kembali menyeruak dari tubuh Dinas Perhubungan Kabupaten Berau. Proyek…
Indcyber.com, BERAU — Ledakan skandal tambang ilegal di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, kini memasuki babak…
Indcyber.com, samarinda Jagat media sosial Kalimantan Timur tengah bergejolak. Bukan karena isu pembangunan, bukan pula…
Indcyber.com, Sangatta — Aroma busuk penyimpangan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutai…