Samarinda, indcyber.com – Program unggulan Pro Bebaya milik Pemerintah Kota Samarinda kini disorot tajam publik. Proyek yang seharusnya berada di bawah tanggung jawab Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) justru diduga dialihkan pengelolaannya ke pihak kelurahan, sebuah langkah yang melanggar banyak aturan hukum dan berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.
Berdasarkan penelusuran di lapangan, pengelolaan proyek oleh kelurahan tidak memiliki dasar hukum yang sah. Sesuai aturan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, kelurahan bukan entitas pemerintahan yang dapat diperiksa secara langsung. Akibatnya, penggunaan dana publik yang dikelola kelurahan tidak dapat diaudit secara menyeluruh, membuka peluang besar terjadinya penyimpangan dan potensi korupsi sistematis.
Lebih parah lagi, hasil fisik proyek di sejumlah titik menunjukkan mutu pekerjaan yang sangat buruk. Salah satunya proyek pengecoran di Jalan Cut Mutia, yang terlihat asal jadi, kasar, tidak rata, dan jauh dari standar teknis. Volume pekerjaan juga diduga dikurangi, sehingga hasilnya tanggung-tanggung dan justru merusak lingkungan sekitar.
“Pro Bebaya ini harusnya memperbaiki lingkungan warga, bukan malah merusak. Kalau dikelola kelurahan tanpa pengawasan teknis Perkim, wajar kalau hasilnya semerawut,” ujar Rudi (45), warga setempat.
Dugaan pelanggaran ini tergolong sistematis, karena diduga melibatkan kebijakan langsung dari Wali Kota Samarinda. Hal ini dapat dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 tahun.”
Selain itu, kebijakan tersebut juga melanggar:
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan bahwa pengelolaan proyek fisik merupakan kewenangan perangkat daerah teknis, bukan kelurahan.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang mengatur bahwa setiap penggunaan APBD harus dapat diaudit dan dipertanggungjawabkan.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terkait asas akuntabilitas dan larangan penyalahgunaan wewenang jabatan publik.
“Pelanggaran ini jelas tidak bisa dianggap sepele. BPK RI tidak dapat melakukan audit di tingkat kelurahan, maka seluruh proyek yang dikelola di luar mekanisme resmi berpotensi tidak transparan. Ini harus segera diselidiki oleh aparat penegak hukum,” tegas seorang pengamat hukum publik Samarinda.
Warga mendesak agar Kejaksaan Tinggi Kaltim, BPKP, dan Inspektorat Daerah segera turun tangan memeriksa aliran dana Pro Bebaya dan memastikan tidak ada penyimpangan yang melibatkan pejabat di tingkat kota maupun kelurahan.
“Kalau begini terus, Pro Bebaya bukan program kerakyatan, tapi proyek pemborosan uang rakyat,” pungkas warga dengan nada geram.(R)
Berau, indcyber.com – Setelah sempat terhenti akibat kekosongan anggaran pada 2022 hingga 2023, proyek Dermaga…
Samarinda, indcyber.com – Kebijakan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) yang menunjuk dua warga luar daerah sebagai…
Kutai Timur, indcyber.com, – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kutai Timur bertindak tegas. Seorang Kaur Keuangan Desa…
Ketua Pansus I DPRD Samarinda, Aris Mulyanata, memberikan keterangan kepada awak media usai rapat finalisasi…
Ketua Bapemperda DPRD Kota Samarinda, Kamaruddin, memberikan keterangan kepada awak media usai rapat finalisasi lanjutan…
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Timur, Sri Wahyuni usai menghadiri kegiatan Briefing dan Penyampaian Target…