indcyber.com, Pontianak – Terungkapnya kasus kepemilikan sabu yang diduga dimiliki Wakil Direktur Reserse Narkoba (Wadirresnarkoba) Polda Kalbar, AKBP HT, menjadi perhatian DPR RI. Adalah Legislator DPR Luthfi Andi Mutty yang menyebut, kasus tersebut tak hanya menodai citra kepolisian, tetapi juga sangat memalukan bagi institusi tersebut
“Polri harus transparan dalam memeriksa kasus ini. Karena di tengah upaya kapolri memperbaiki citra polisi, tindakan AKBP HT tidak saja menodai citra polisi tapi juga sangat memalukan. Apa lagi yang bersangkutan adalah Wadir Narkoba yang seharus menjadi garda terdepan dalam pemberantasan narkoba,” kata Luthfi.
Kasus narkoba yang membelit AKBP HT menjadi perhatian Kapolri. AKBP HT awalnya diamankan oleh petugas Aviation Security (Avsec) di Terminal 1 A Bandar Udara (Bandara) Internasional Soekarno-Hatta (Soetta), di Tangerang, Banten, Sabtu (28/7/2018).Ia tertangkap tangan membawa serbuk putih diduga sabu sekitar 23,8 gram.
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian pun langsung mencopot jabatan AKBP HT. Pencopotan ini dilakukan Kapolri melalui Surat Telegram Nomor ST/1855/VII/KEP./2018 yang dikeluarkan pada Sabtu (28/7/2018) dan ditandatangani Asisten Sumber Daya Manusia (SDM) Kapolri Irjen Pol Arief Sulistyanto. Menurut Luthfi, pencopotan Perwira Menengah (Pamen) tersebut dari jabatan dianggap belum cukup.
“Dia harus diberi sanksi berat. Karena secara nyata membangkang atas perintah presiden yang menyatakan perang terhadap narkoba. Presiden juga menyatakan Indonesia darurat narkoba,” ujar Anggota Komisi IV DPR ini.
Eks Bupati Luwu Utara (Lutra) dua periode ini menuturkan, kasus tersebut harus menjadi pintu masuk polri untuk mengungkap kasus-kasus serupa. Sebab selama ini kata dia, memang beredar rumor bahwa narkoba sulit diberantas karena oknum aparat diduga ikut bermain
“Kasus ini hanyalah puncak dari gunung es. “Nyanyian” Freddy Budiman, Bandar narkoba yang dieksekusi mati sepertinya ada benarnya,” ujar Luthfi
Untuk diketahui, terpidana eksekusi mati almarhum Freddy Budiman sempat menyebut ada keterlibatan oknum Badan Narkotika Nasional, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukannya. Freddy mengungkapkan cerita tersebut kepada Koordinator Kontras Haris Azhar
Dilansir indcyber.com, menurut Haris, Freddy bercerita ia hanyalah sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar. Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China
“Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai dan orang yang saya hubungin itu semuanya titip harga,” kata Haris mengulangi cerita Freddy, di Kontras, Jakarta, Jumat (29/7/2016) lalu
Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yang dibeli dari China seharga Rp 5.000. Sehingga, ia tidak menolak jika ada yang menitipkan harga atau mengambil keuntungan penjualan Freddy. Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir
“Karena saya bisa dapat 200.000 per butir. Jadi kalau hanya bagi rejeki Rp 10.000 – Rp 30.000 ke masing-masing pihak dalam institusi tertentu, itu tidak masalah. Saya hanya butuh Rp 10 M barang saya datang,” ucap Haris, menirukan Freddy
“Dari keuntungan penjualan saya bisa bagi-bagi puluhan miliar ke sejumlah pejabat di institusi tertentu,” ucap Freddy kepada Haris.( Kompas)