INDCYBER.COM ,Samarinda -Equlity before the law (kedudukan yang sama di mata hukum). Demikian disampaikan Ketua Bidang Advokasi Dewan pimpinan Nasional Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) usai mengikuti kasus sidang Achmad AR AMJ, Rabu (18/9/2019).
Abdul Rahim langsung pantau sidang yang di duga syarat kriminalisasi itu. Hasil pantauan Rahim menemukan banyak kejanggalan. Tak hanya Rahim, ada beberapa mahasiswa hukum lain turut mengambil bagian dalam pengawasan jalannya sidang.
“Kami hadir menyaksikan secara langsung bentuk komitmen kami bersama orang yang harus mendapatkan hak-haknya atau para pencari keadilan. Melihat ada hak-hak terdakwa yang tidak di berikan oleh majelis hakim adalah bentuk penzoliman, karena terdakwa tidak di dampingi penasehat hukum,” kata Rahim.
Menurut Rahim, Achmad tak mendapat kesempatan eksepsi atau keberatan atas dakwaan yang dibacakan jaksa. Sidang langsung dilompat pemeriksaan saksi.
Rahim menjelaskan, pada saat sidang pertama dakwaan diberikan kepada terdakwa 28 Agustus 2019 tanpa pemberitahuan dan dilanjut tanggal 4 September 2019 seharusnya acara sidang eksepsi dakwaan oleh tergugat yang menjadi haknya.
Namun ditunda sepihak tanpa digelar sidang di karenakan JPU diklat pada saat itu agenda nota keberatan atas dakwaan JPU oleh terdakwa terlewatkan.
“Sidang kembali dilanjutkan pada 11 September 2019 di ruangan yang sama di Pengadilan Negeri Samarinda. Pada kesempatan itu terdakwa ingin menyerahkan nota keberatannya atas dakwaan namun hakim meminta terdakwa untuk duduk dan di lanjutkan keterangan saksi pelapor,” terang Rahim.
“Atas kejadian ini terdakwa masih menunggu haknya untuk memberikan eksepsi dakwaan namun dilewatkan, sama halnya sidang 18 September 2019 terdakwa kembali memperjuangkan haknya untuk keadilannya mengajukan nota keberatannya, lagi-lagi oleh hakim ketua disuruh kembali duduk,”imbuhnya
Saat itu agenda sidang langsung saksi RT. Tapi terdakwa sempat keras ingin mengajukan keberatannya sehingga terdakwa memberanikan dirinya karena terdakwa punya hak. Namun hakim menolak atas dasar bukan agendanya dan agenda eksepsi dakwaan sudah lewat.
“Lalu kapan agendanya kalau begini? kan sidang sebelum nggak diberi ruang eksepsi. Sidang berikutnya malah nggak diberi ruang lagi dengan alasan agenda sidang sudah lewat? ini agak aneh,” ujar Rahim.
Atas dasar ini, pihaknya akan perjuangkan sesuai hukum acara pidana. Karena melewatkan hak terdakwa dalam hukum acara pidana adalah penzoliman sehingga pihaknya merasa ada upaya penghilangan hak terdakwa dalam acara persidangan secara sistimatis.
“Sudah jelas terdakwa memiliki hak mengajukan keberatan tentang tidak berwenang mengadili perkara atau dakwaan tidak dapat di terima atau surat dakwaan harus di batalkan sesuai pasal 156 ayat (1) KUHAP,” jelasnya.
Selain itu, dalam proses sidang saksi RT 031 Jalan Sentosa kelurahan Sungai Pinang, dalam proses persidangannya terdakwa telah membantah memalsukan tanda tanggan RT menolak semua kesaksian RT dengan surat pernyataan RT sendiri yang mana surat pernyataan aslinya dipegang oleh Hanry sulistio.
“Menurut kami hakim yang mengadili seharusnya segera memanggil Hanry Sulistio untuk diminta keterangannya sebagai saksi dan jika ada kesaksian bohong dari tuduhan RT maka hakim segera menyerahkan ketua RT ke penyidik kepolisian dengan tuduhan kesaksian palsu diatas sumpah,” tegas Rahim.
Sebab, sertifikat milik terdakwa, adalah benar di paraf RT bukan tanda tangan. Artinya delik aduan tanda tangan palsu adalah salah alamat.
Disebutkan Rahim atas kasus ini mengakibatkan terdakwa di laporkan oleh pelapor yang juga tidak memiliki legal standing karena tidak dirugikan dan cerita tumpang tindih juga keterangan palsu.
“Bagaimana jika keterangan palsu dari pelapor berikut saksi-saksi tidak dilaporkan secara hukum? Namun justru Achmad korbannya di dakwa dengan sepihak. Bahwa laporan itu di rekayasa sehingga ada konspirasi jahat untuk mengambil yang sejatinya itu hak Achmad atas tanah di Jalan Sentosa tersebut,” terang Rahim.
“Namun begitu sampai kapan pun akan pihaknya akan lawan penjahat yang sesunguhnya itu yang ingin merampas tanah orang lain, itu jelas tanah yang telah jual kepada ibu lisia dan sudah memiliki kekuatan hukum putusan PTUN dan telah menjadi yurisprudensi dan sekarang pun sudah di gugat secara perdata perbuatan melawan hukum di pengadilan samarinda Register perkara 113/perdata/2019/Pn.smd ,” pungkas Rahim.
Hal seperti ini harus menjadi perhatian semua pihak agar terciptanya supermasi hukum yang berkeadilan karna itu cita-cita para reformasi di negeri ini.
Dan kepada Kajati Kaltim yang baru diharapkan bisa untuk lebih greget memberantas korupsi dan juga sering untuk evaluasi para korspnya terutama yang tengah bersidang dengan suatu kasus, agar terhindar dari pemufakatan jahat dengan tujuan untuk mengkriminalisasi seseorang agar menjadi tumbal sang penguasa atau yang berduit. (bn).