INDCYBER.COM, SAMARINDA -Penolakan dini Fraksi Gerindra atas usul hak interpelasi anggota DPRD Kaltim terhadap Gubernur Isran Noor dan Wagub Hadi Mulyadi, membuahkan hasil. Pada Rapat Paripurna ke-8 yang berlangsung di Gedung D lantai 6 DPRD Kaltim Jalan Teuku Umar, Karang Paci, Samarinda, usulan itu gagal dilanjutkan.
Pemimpin rapat Andi Harun, Wakil Ketua DPRD Kaltim yang juga Ketua Partai Gerindra Kaltim berhasil mematahkan keinginan anggota DPRD yang telah mengusulkan hak interpelasi. Seperti diketahui usulan hak interpelasi, yakni hak bertanya kepada Gubernur Kaltim digulirkan 5 November lalu oleh Fraksi PKB-Hanura bersama-sama PDI Perjuangan dan PPP serta diikuti oleh PKS. Usulan itu ditandatangani 20 anggota DPRD.
Ide hak interpelasi muncul karena struktur pemerintahan di Sekretariat Daerah Provinsi Kaltim dinilai bermasalah selama setahun terakhir. Diawali dengan diangkatnya Abdullah Sani sebagai Sekdaprov Kaltim oleh Presiden Joko Widodo, sesuai dengan Keppres Nomor 133/TPA Tahun 2018 tanggal 2 November 2018.
Namun Gubernur Kaltim Isran Noor tidak mau melantik Abdulah Sani tanpa memberikan alasan yang jelas kepada pemerintah pusat, DPRD Kaltim maupun publik. Kemudian Mendagri Tjahyo Kumolo berinisiatif melantiknya di Kantor Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (16/7/2019). Sementara Gubernur Kaltim mengangkat M Sabani sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekdaprov Kaltim.
Ditetapkannya Abdulah Sani sebagai Sekretaris Daerah Kaltim oleh Presiden, atas usulan dari Gubernur Kaltim waktu itu Awang Faroek Ishak yang telah melakukan seleksi pemilihan Sekda. Sesuai aturan, Gubernur Kaltim mengajukan tiga nama calon Sekda, di mana Abdulah Sani berada di nomor urut dua. Sedangkan di nomor urut satu adalah M Sabani dan nomor urut tiga Ir M Aswin.
Presiden Joko Widodo akhirnya memutuskan nama Abdulah Sani, bukan M Sabani yang berada di nomor urut pertama. Isran Noor yang baru saja menjadi Gubernur Kaltim melalui Pilkada ketika itu, menolaknya tanpa pernah ada penjelasan faktor apa yang membuatnya bersikeras menolak.
Isu yang berkembang di masyarakat, Abdullah Sani mendapatkan jabatan Sekdaprov Kaltim karena ‘menyuap’ sejumlah pihak. Namun tuduhan yang pernah juga disinggung oleh mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak itu tidak pernah ada bukti-buktinya, malah cenderung menjadi fitnah.
Tudingan mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak disampaikan pada 19 Januari 2019 dan diberitakan oleh media-media. Ketika itu Faroek menuduh Sani melakukan penyuapan untuk terpilih sebagai Sekdaprov, bahkan dilakukan hingga level Pusat. Faroek juga menuding percobaan memberi USD 300 ribu, setara lebih Rp 4 miliar, kepada Isran Noor. Belakangan, tudingan suap ke Isran Noor ini tak pernah ada lanjutan karena memang tak ada buktinya.
Abdullah Sani tidak melakukan perlawanan. Dia memilih berdiam, bahkan menghindar dari Wartawan yang ingin mendapatkan keterangan darinya. Hanya sekali dia menjawab Wartawan, yakni usai menghadap Gubernur Isran Noor setelah pelantikannya oleh Mendagri di Jakarta. Ketika itu Abdullah Sani mengatakan bahwa gubernur menugaskannya tetap sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim.
Pada rapat paripurna yang dipimpin Andi Harun, sempat terjadi adu pendapat mengenai perlu tidaknya interpelasi. Berbagai argumen dimunculkan para politisi, yang ujungnya adalah penunjukkan sikap dari fraksi masing-masing. Fraksi Demokrat-Nasdem mengikut langkah Gerindra untuk tidak melanjukan usulan hak interpelasi. Begitu juga PAN dan Golkar. Sementara Fraksi PPP yang semula menjadi pengusung hak interpelasi bersikap menyerahkan pada hasil putusan sidang paripurna.
Sementara di fraksi pendukung hak interpelasi ada PKB-Hanura, PDI Perjuangan dan PKS. Ketiga fraksi ini bahkan menggulirkan voting anggota dewan yang hadir, sehingga diketahui secara persis apa sikap yang perlu diambil dari DPRD Kaltim.
Tentang gagasan dilakukan voting, pimpinan sidang Andi Harun nampak sekali berusaha menghindarinya. Dia berputar-putar dengan berbagai argumen.
“Saya berharap tidak terjadi voting sebab jangan sampai kita membawa warna baju masing-masing dalam masalah interpelasi ini. Kita akan berusaha menghadirkan gubernur kaltim tapi bukan melalui interpelasi,” janjinya untuk meredakan keinginan anggota dilakukannya voting saat rapat paripurna.
Sementara Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Ananda Emira Moeis mengatakan, semangat untuk bertanya masalah Sekdaprov tetap ada, namun bukan pada interpelasi tapi pada rapat kerja.
“Tentu kita menghargai hasil rapat paripurna, namun semangat untuk menanyakan tentang polemik tersebut tetap ada. Tapi lewat rapat kerja bukan interpelasi,” ungkapnya saat dikonfirmasi via whatsApp.
Sedangkan anggota Fraksi PKB, Sutomo Jabir mengatakan kegagalan interpelasi kali ini menjadi pembelajaran kedepannya dalam hal mempersiapkan materi interpelasi.
“Mau bagaimana lagi, sudah ada hasil paripurna. Ya kita terima, tapi ini menjadi pembelajaran yang berharga, tentu kedepanya kita akan menyiapkan segala sesuatu baik secara materi interpelasi maupun yang lain-lain,” ungkapnya usai rapat paripurna.(sp)