INDCYBER.COM, SAMARINDA-Mahkamah Agung (MA) mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 24 Oktober 2019.
Judicial review ini diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) yang keberatan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS yang sudah berlaku sejak 1 Januari 2020.
“Menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” demikian bunyi amar putusan yang diberikan Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, Senin (9/3).
Putusan tersebut diketok oleh Hakim MA Supandi selaku ketua majelis hakim bersama Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi masing-masing sebagai anggota. Majelis memutuskan pada 27 Februari 2020.
Dalam putusannya, MA juga menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28 H jo Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4 huruf b, c, d, dan e, Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Kemudian juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 huruf b, c, d, dan e Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, serta Pasal 4 jo Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Berikut isi Pasal 34 ayat (1) dan (2) yang dibatalkan oleh MA:
Pasal 34
(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III
b. Rp110.000 per orang per bulan dengan Manfaat
pelayanan di ruang perawatan Kelas II
c. Rp160.000 per orang per bulan dengan Manfaat
pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.
Sementara iuran BPJS sebelumnya tertuang dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam aturan itu, iuran mandiri kelas III sebesar Rp25.500 per orang per bulan, iuran mandiri kelas II sebesar Rp51 ribu per orang per bulan, dan iuran mandiri kelas I sebesar Rp80 ribu per orang per bulan.
Pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh Mahkamah Agung juga mendapatkan respon yang sangat baik dari Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Ely Hartati Rasyid.Ia menyambut dengan gembira kabar dibatalkannya kenaikan iuran BPJS kesehatan oleh Mahkamah Agung tentunya ini sangat berdampak positif bagi masyarakat Indonesia khususnya Kalimantan Timur.
“Dengan kabar dibatalkannya kenaikan iuran BPJS kesehatan saya sebagai wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim tentunya menyambut dengan gembira ya karena secara otomatis pasti ikut merasakan dampak dari putusan MA tersebut.Berarti MA juga turut serta mendengarkan jeritan masyarakat kecil dengan naiknya iuran BPJS kesehatan tersebut sehingga akhirnya MA menolak atau membatalkan kenaikan iuran BPJS kesehatan,”ujar Ely Hartati Rasyid politisi PDI-P kepada indcyber.com di ruang kerjanya,Selasa(10/3/2020).
Pemerintah pasti merasakan dampak dari pembatalan tersebut namun BPJS Kesehatan pasti punya jurus jurus jitu untuk mengatasi keputusan MA.
“Iuran BPJS Kesehatan sudah kembali ke awal atau turun jadi masyarakat wajib rutin setiap bulan jangan sampai nunggak,kan MA sudah memperjuangkan agar masyarakat tidak terbebani dengan kenaikan dan kini telah kembali ke tarif semula,”pungkasnya.
Penulis:Slamet Pujiono
Editor: Hendriyani
Sumber: Indonesia Cyber