MEMINIMALISIR PROBLEMATIKA PERBUATAN MERENDAHKAN KEHORMATAN HAKIM DI DUNIA PERADILAN

Oleh  :  Rosiana Las Asina Siahaan

“Negara Indonesia adalah negara hukum.” Istilah yang sering kita dengar ini termuat dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (3). Lalu apa itu negara hukum? Negara hukum adalah negara yang di dalamnya terdapat berbagai aspek peraturan-peraturan yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi tegas apabila dilanggar.

indcyber.com, Sa,marinda – Salah satu persyaratan mutlak dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum adalah pengadilan yang mandiri, netral, kompeten dan berwibawa yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan. Hanya pengadilan yang memiliki semua kriteria tersebut yang dapat menjamin pemenuhan Hak Asasi Manusia. Sebagai aktor utama lembaga peradilan, posisi dan peran hakim menjadi sangat penting, terlebih dengan segala kewenangan yang dimiliknya.

            Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang – undang untuk mengadili (Pasal 1 ayat 8 KUHAP). Di ayat 9 disebutkan, mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang – undang ini.

            Melalui putusannya, seorang hakim dapat mengalihkan hak kepemilikan seseorang, mencabut kebebasan warga negara, menyatakan tidak sah tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap masyarakat, sampai dengan memerintahkan penghilangan hak hidup seseorang. Sejalan dengan hal tersebut, hakim dituntut untuk selalu menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim dalam rangka menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kasus PMKH di Indonesia

            Perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim atau PMKH adalah perbuatan orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan, atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan hakim di dalam maupun di luar persidangan, menghina hakim dan pengadilan.

            KOMISI Yudisial (KY) menyatakan perbuatan merendahkan kehormatan hakim masih marak terjadi. Anggota Komisi Yudisial (KY) Binziad Kadafi mengatakan sepanjang periode 2019 hingga April 2021, KY telah menangani 19 laporan/informasi yang dianggap merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

            Maraknya PMKH sering kali disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat akan PMKH, dan oleh karena itu, mereka tidak menjaga etika maupun moral di dalam persidangan.Bukan hanya dari pihak masyarakat, akan tetapi dari pihak penegak hukum juga masih dijumpai kasus PMKH. Seperti kasus yang terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), seorang pengacara, seorang yang memiliki pendidikan yang sangat tinggi, telah menyerang seorang hakim dikarenakan tidak terima dengan putusan yang dikeluarkan oleh Hakim tersebut. Dikarenakan pada bagian pertimbangan yang Majelis Hakim bacakan pada saat itu mengarah pada petitum ditolak.

Cara meminimalisir PMKH

             Seluruh aparat penegak hukum, mulai dari advokat, jaksa, kepolisian, hakim dan lembaga pengadilan memiliki peran penting mencegah terjadinya tindakan merendahkan kehormatan hakim di persidangan. Tapi dalam kenyataannya, seperti contoh kasus pengacara D, sebagai aparat penegak hukum, tidak menjamin bahwa mereka memiliki kesadaran untuk menghindari PMKH. Banyak dari mereka yang memiliki jabatan atau pendidikan yang tinggi, tetapi ilmu yang mereka dapatkan, tidak mereka terapkan dalam profesi mereka.

            Bila ditinjau dari Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim, langkah hukum yang dapat ditempuh bila telah terjadi suatu PMKH adalah melaporkan orang-perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim kepada penegak hukum dan memantau proses hukum sesuai prosedur hukum yang berlaku. Langkah lain adalah tindakan yang dilakukan Komisi Yudisial berupa koordinasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau somasi untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

            Kalau bisa dikatakan, tidak ada cara yang paling efektif untuk mencegah maupun meminimalisir PMKH, tapi yang dapat kita perbuat sebagai langkah kecil untuk mencegahnya adalah perlunya edukasi mengenai peradilan terutama mengenai advokasi hakim, bukan hanya untuk masyarakat tapi juga untuk para penegak hukum. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran hukum dan untuk dapat mengontrol emosi. Bila memang dirasa putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim tidak adil, maka advokat dapat mengajukan banding, kasasi maupun peninjauan kembali terhadap kasus yang disengketakan

            Tidak juga hanya kepada masyarakat maupun penegak hukum, hakim dalam menjalankan tugas dan kewenangannya perlu menjaga kode etiknya sebagai hakim yang mulia agar marwah dan citra pengadilan dapat terjaga dengan baik di mata masyarakat agar masyarakat dapat mempercayakan kepercayaan mereka kepada peradilan yang bebas dari intervensi pihak manapun.

Apa saja yang perlu dipatuhi pada saat persidangan berlangsung?

            Perlu diketahui, bahwa disaat hakim sedang dalam pertimbangan untuk memutuskan perkara, hakim gampang terdistraksi oleh keadaan di pengadilan. Seperti contoh kecil di saat ada pengunjung pengadilan yang selalu berkomentar, menganggukkan kepala atau merubah mimik wajah di saat pihak tergugat ataupun penggunggat ditanyakan pertanyaan. Lalu,apa saja yang perlu dilakukan atau tidak perlu dilakukan selama jalannya proses pengadilan?

            Yang perlu dilakukan adalah menghormati institusi Pengadilan, menjaga keheningan selama jalannya proses persidangan, mengenakan pakaian yang sopan, duduk yang rapi dan sopan, mematikan perangkat seluler, tidak boleh membawa senjata tajam atau benda-benda yang dapat membahayakan keamanan, tidak boleh merokok, tidak boleh makan maupun minum, tidak boleh mendokumentasikan proses persidangan bila belum ada izin dari Majelis Hakim, memperhatikan kebersihan ruang pengadilan, dan meminta izin bila ingin masuk maupun keluar persidangan. Tata tertib tersebut wajib dipatuhi semua orang yang memasuki gedung Pengadilan.

Penulis adalah Kader Klinik Etik dan Advokasi 2022 Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Loading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *