Pimpinan Perusahaan Media Online Lensaborneo.id,Ony Resita.(foto: istimewa).
Editor: Redaksi
INDCYBER.COM, SAMARINDA– Manajemen PT Media Rezki Utama yang membawahi media online Lensaborneo.id turun tangan membela salah seorang karyawannya yang mengalami kekerasan saat meliput aksi solidaritas gabungan organisasi terhadap penahanan 15 pengunjuk rasa di kantor Polresta Samarinda pasca demonstrasi UU Cipta Jumat (9/10/2020).
Pimpinan Perusahaan media online ini, Ony Resita, Dewan Pelindung, Rahmatia Susilo, SE, dan Redaktur Pelaksana, Nurliah, menganggap kekerasan dan intimidasi terhadap wartawan adalah persoalan serius yang melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Ony Resita menyayangkan perlakuan oknum kepolisian Samarinda tersebut. Maka itu pihaknya meminta Kepoisian Daerah Kaltim untuk mengusut tuntas peristiwa tersebut. Wartawan senior ini juga meminta kepolisian untuk menindak tegas oknum yang melakukan kekerasan dan intimidasi tersebut.
“Saya akan terus mendampingi wartawanku. Apalagi dia sudah melengkapi diri dengan id card saat meliput. Ini sudah sesuai kode etik jurnalistik,” tegas Ony yang merupakan salah seorang pengurus PWI Kaltim Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak, Minggu (11/10/2020).
Hal senada disampaikan pula salah seorang Dewan Pelindung Lensaborneo.id, Rahmatia, yang prihatin terhadap tindakan aparat keamanan.
“Aparat seharusnya mengayomi masyarakat, bukan menindas. Harusnya bisa bertanya dengan baik. Toh, mereka juga sudah memberitahukan identitas mereka. Mestinya tidak boleh semena-mena apalagi berkata-kata kurang baik,” ucap Tia, sapaannya, Minggu (11/10/2020).
Seperti yang sudah diberitakan di media ini Jumat (9/10/2020), ada lima wartawan yang mendapat tindakan represif. Mereka adalah Samuel Gading (Lensaborneo.id), Yuda Ameiro (IDN Times.com), Mangir Titantoro (Disway Kaltim), Apriskian Sungu (Kalimantan TV) dan Faisal Alwan Yasir (Koran Kaltim). Kejadiannya seorang polisi berpakaian preman menginjak kaki salah seorang wartawan Disway Kaltim, Mangir, saat merekam video aksi solidaritas Jumat (9/10/2020). Pada saat yang sama, wartawan Lensaborneo.id, Samuel Gading, dijambak rambutnya. Sementara Yuda dan Apriskian dipertanyakan legalitas profesinya dan dituduh menulis berita tak berimbang.
“Kami tak menerima perlakuan yang dialami wartawan kami. Ini tidak bisa dibiarkan terus menerus. Kekerasan berupa menjambak rambut wartawan kami adalah bentuk lain dari pembungkaman terhadap kebebasan pers. Ini tidak bisa didiamkan,” ungkap Redaktur Pelaksana Lensaborneo.id, Nurliah.
Terkait kasus ini PWI Kaltim dan AJI Balikpapan Biro Samarinda akan terus melakukan pendampingan dan advokasi atas kelima wartawan tersebut.Menurut Aliansi Jurnalis Indonesia Biro Samarinda, kekerasan dan intimidasi terhadap wartawan bisa diproses pidana karena secara nyata dan terbuka menghalang-halangi kerja pers.
“Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40/19 tentang pers setiap orang yang secara hukum dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan penjara paling lama dua tahun atau denda sebanyak Rp500 juta,” tegas Ketua AJI Biro Samarinda, Nofiyatul Chalimah, Minggu (11/10/2020).
Sementara itu, Ketua PWI Kaltim, Endro S. Efendi mengecam tindakan tersebut.
“Dalam bekerja, jurnalis memiliki hak untuk mencari, menerima, mengelola dan menyampaikan informasi sebagaimana dijamin secara tegas dalam UU Pers No 40 tahun 1999 pasal 4 ayat (3),” terang Endro, Jumat (9/10/2020).