Indcyber.com, BERAU — Ledakan skandal tambang ilegal di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, kini memasuki babak baru yang kian sadis dan mengerikan. Padepokan Hukum Kaltim mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan untuk mengusut tuntas dugaan keterlibatan pejabat daerah dalam jaringan illegal mining yang dilakukan oleh PT Bara Jaya Utama (BJU) — sebuah korporasi tambang yang disebut-sebut sudah merambah hingga kawasan hutan kota.
Ketua Padepokan Hukum Kaltim, Siswansyah, dengan tegas menuding adanya pembiaran sistematis oleh pemerintah daerah. Ia bahkan menyebut dua nama besar yang harus segera diperiksa KPK: Bupati Berau Hj. Sri Juniarsih Mas dan Agus Uriansyah, yang diduga mengetahui dan membiarkan operasi tambang ilegal tersebut berlangsung.
“Cukup sudah rakyat jadi korban banjir, debu, dan jalan rusak. Tambang ilegal ini tidak mungkin hidup tanpa restu pejabat. KPK harus periksa Bupati Berau dan Agus Uriansyah, jangan tunggu skandal ini makin busuk!” tegas Siswansyah, Selasa (16/9/2025).
Ironisnya, menurut catatan Padepokan Hukum Kaltim, Bupati Berau sempat melayangkan surat resmi ke Polres pada tahun 2022 untuk menertibkan tambang ilegal. Namun hingga kini, alat berat tetap bekerja, batu bara tetap keluar, dan rakyat tetap sengsara.
“Surat itu hanya jadi tameng pencitraan. Faktanya, tambang ilegal makin merajalela bahkan menyasar hutan kota. Publik harus curiga, ada apa di balik diamnya pemerintah daerah?” sindir Siswansyah.
Kejahatan Lingkungan dan Pelanggaran Hukum Berat
Aktivitas tambang ilegal PT BJU telah menyebabkan kerusakan ekologis parah: banjir bandang saat hujan, polusi debu saat panas, lubang tambang beracun, hingga ancaman keselamatan warga.
Tindakan tersebut jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), khususnya:
Pasal 158: Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin (IUP/IUPK) dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Pasal 161: Setiap pihak yang turut membantu atau memberi fasilitas terhadap penambangan ilegal dapat dipidana dengan hukuman yang sama.
Selain itu, jika terbukti ada keterlibatan pejabat daerah, maka juga memenuhi unsur pelanggaran Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya:
Pasal 2 dan 3, tentang penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
Dugaan Aliran Dana Kotor
Lembaga Center for Budget Analysis (CBA) melalui Direktur Uchok Sky Khadafi, turut mendesak KPK menyelidiki aliran dana mencurigakan dari PT Bara Jaya Utama Group yang sebelumnya menerima fasilitas kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
“PT BJU diduga menggunakan dana LPEI untuk aktivitas tambang ilegal di Kecamatan Teluk Bayur. Mereka merusak Bumi Perkemahan Pramuka Mayang Mangurai dan kawasan Hutan Tangap tanpa izin dan tanpa dokumen AMDAL,” ungkap Uchok.
CBA menilai PT BJU menambang dan memperjualbelikan batu bara tanpa mengantongi izin resmi (IUP), bahkan sebagian batu bara didapat dari petani lokal dan koridor tambang gelap.
KPK Mulai Bergerak
KPK telah menetapkan Hendarto, pemilik PT Bara Jaya Utama (BJU), sebagai tersangka kasus korupsi fasilitas kredit LPEI dengan kerugian negara mencapai Rp1,7 triliun.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa praktik ini merupakan bentuk korupsi terstruktur yang merugikan negara secara masif.
“Perkara ini diduga telah merugikan keuangan negara mencapai Rp1,7 triliun,” ujar Asep Guntur di Jakarta (28/8/2025).
Desakan Nasional
Siswansyah menegaskan, Padepokan Hukum Kaltim siap memberikan keterangan resmi kepada KPK untuk membuka seluruh jaringan tambang ilegal di Berau.
“Kami tidak akan diam. Jangan lagi rakyat kecil jadi kambing hitam. KPK harus sikat aktor besar — dari pejabat daerah sampai pengusaha hitam yang bermain di belakang layar,” tutupnya.
Catatan Hukum:
Kejahatan tambang ilegal bukan hanya pelanggaran administratif, tapi kejahatan lingkungan dan korupsi berat. Negara bisa menjerat pelaku dengan kombinasi:
1. UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba,
2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
3. UU No. 31 Tahun 1999 jo. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
serta KUHP Pasal 55 dan 56 tentang turut serta dan membantu kejahatan.(****)