Indcyber.com, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menorehkan langkah tegas dalam pemberantasan korupsi kelas kakap. Lembaga antirasuah itu resmi menetapkan Hendarto, pemilik PT Bara Jaya Utama (BJU), sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan nilai fantastis mencapai Rp 1,7 triliun.
Menurut sumber internal penegakan hukum, kasus ini berawal dari manipulasi data dan kolusi dalam proses pengajuan serta pencairan fasilitas kredit ekspor. PT BJU diduga mengakali laporan keuangan dan menyalahgunakan dana kredit yang seharusnya digunakan untuk ekspor, namun malah dialihkan ke kepentingan pribadi dan proyek-proyek fiktif di sektor pertambangan.
KPK menilai tindakan Hendarto telah melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, yang menyebut:
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.”
KPK juga menegaskan, tindak pidana yang dilakukan Hendarto tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan nasional. Fasilitas kredit ekspor yang seharusnya membantu pelaku usaha nasional bersaing di pasar internasional justru dijadikan ladang korupsi terstruktur dan sistematis.
Juru Bicara KPK menyebut, tim penyidik kini tengah menelusuri aliran dana hasil korupsi yang diduga mengalir ke sejumlah perusahaan afiliasi dan rekening pribadi. Aset-aset Hendarto, mulai dari properti mewah, kendaraan, hingga kepemilikan saham di beberapa perusahaan tambang, sudah mulai dibekukan.
“Ini bukan sekadar korupsi biasa, tapi kejahatan keuangan besar yang merusak sistem ekspor nasional,” tegas juru bicara KPK dalam konferensi pers di Jakarta.
Selain itu, KPK juga membuka peluang memanggil pihak-pihak di LPEI yang diduga ikut terlibat dalam memuluskan pencairan kredit bermasalah tersebut. Jika terbukti ada unsur suap atau gratifikasi, penyidik akan menerapkan Pasal 12 huruf a dan b UU Tipikor, yang ancamannya hingga 20 tahun penjara.
Langkah keras KPK ini mendapat dukungan luas dari masyarakat. Banyak pihak menilai, kasus ini adalah puncak gunung es praktik kotor kolusi antara pengusaha tambang dan lembaga pembiayaan negara.
Kini publik menanti, apakah KPK berani menelusuri lebih dalam jaringan besar di balik PT Bara Jaya Utama—termasuk kemungkinan keterlibatan pejabat daerah dan oknum aparat yang selama ini diduga membekingi bisnis kotor tersebut.
Keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Korupsi Rp 1,7 triliun bukan angka kecil — itu adalah uang rakyat yang harus kembali.(aminuddin)