KSOP Samarinda Diduga Tutup Mata Soal Batu Bara Ilegal Rp 1,8 Triliun Milik Sugianto alias Asun, Dalih “Tak Berwenang” Justru Langgar UU!

Samarinda, indcyber.com — Dugaan kebocoran besar penerimaan negara dari praktik pengiriman batu bara ilegal senilai Rp1,8 triliun yang menyeret nama Sugianto alias Asun terus menjadi sorotan publik. Kasus ini kini tengah disidik oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI.
Namun yang lebih mencengangkan, pihak Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Samarinda justru bersikap seolah tidak tahu-menahu, padahal pelabuhan dan alur sungai merupakan wilayah kerja dan tanggung jawab langsung KSOP.

Dalam konfirmasi yang dilakukan Lembaga Aliansi Indonesia Kaltim kepada Kepala Bagian Tata Usaha KSOP Kelas I Samarinda, Anung Trijoko Wasono, S.H., M.H, didampingi Kasi Lalu Lintas Laut (Lala) Dedi, keduanya tampak berbelit dan mengelak ketika ditanya soal aktivitas batu bara milik Asun yang lewat jalur sungai.
Awalnya, keduanya bahkan berpura-pura tidak mengerti pertanyaan, padahal telah dijelaskan secara terang terkait kasus besar tersebut yang tengah ramai diberitakan dan diduga merugikan negara hingga triliunan rupiah.

“Selama mereka memenuhi persyaratan, kami tidak ada kapasitas untuk menyetop atau menghentikan. Kalau kami hentikan, justru kami bisa didenda atau dituntut,” ujar Anung kepada tim Aliansi Indonesia Kaltim.

Pernyataan tersebut justru menimbulkan kecurigaan publik, sebab jika KSOP mengetahui adanya indikasi pelanggaran hukum terkait batu bara ilegal, maka seharusnya KSOP wajib melapor dan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.
Dalih “tidak berwenang” tidak dapat dibenarkan karena KSOP memiliki fungsi pengawasan dan keselamatan pelayaran, termasuk memastikan barang yang dimuat dan keluar melalui pelabuhan memiliki legalitas yang sah.

Pelanggaran dan Kelalaian yang Diduga Terjadi

  1. Melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
    khususnya Pasal 207 ayat (1) yang menegaskan bahwa pejabat syahbandar berwenang menolak keberangkatan kapal bila ditemukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, termasuk terkait muatan yang tidak sah atau melanggar hukum.
  2. Melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba,
    dimana Pasal 161B menegaskan bahwa setiap orang yang mengangkut, menguasai, atau menjual hasil tambang tanpa izin resmi (IUP, IUPK, atau IPR) dapat dipidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
  3. Melanggar Asas Pengawasan Pemerintah terhadap Aset Negara,
    karena aktivitas bongkar muat di wilayah perairan Mahakam tanpa verifikasi asal barang yang sah dapat dikategorikan sebagai pembiaran terhadap tindak pidana korupsi atau penyelundupan sumber daya alam yang diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Indikasi Pembiaran Sistematis

KSOP melalui Anung justru menyebut bahwa semua aktivitas kapal batu bara yang lewat di Mahakam telah terintegrasi dalam sistem INAPORTNET, sebuah instrumen digital pelayanan kapal dan barang di pelabuhan.
Namun ironinya, sistem tersebut hanya dijadikan tameng administratif, tanpa melakukan verifikasi substantif terhadap legalitas asal muatan batu bara.

“Selama surat-surat lengkap, kami tidak bisa menghentikan, walaupun kami tahu itu merugikan negara,” aku Anung tanpa ragu.

Pernyataan ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada praktik pembiaran dan kelalaian serius di tubuh KSOP Samarinda, karena pengawasan tidak hanya sebatas dokumen administratif, tetapi juga substansi legalitas sumber barang.
Dalam konteks hukum, pembiaran terhadap kegiatan ilegal termasuk penyertaan atau turut membantu tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 55 KUHP.

Desakan Transparansi dan Tindakan Tegas

Lembaga Aliansi Indonesia Kaltim menilai, pembiaran KSOP terhadap aktivitas pengapalan batu bara ilegal ini berpotensi menghambat penyidikan Jampidsus Kejagung dan menimbulkan kerugian besar bagi negara.
Aliansi mendesak agar Kementerian Perhubungan dan Kejaksaan Agung segera memeriksa pejabat KSOP Samarinda, termasuk Anung dan Dedi, yang diduga menutup mata terhadap pelanggaran hukum di wilayah tugasnya.

Jika benar terbukti ada pembiaran atau keterlibatan, maka tindakan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara, dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.

Publik menanti langkah tegas dari Kejaksaan Agung dan Kementerian Perhubungan dalam menelusuri dugaan keterlibatan pejabat pelabuhan dalam rantai distribusi batu bara ilegal senilai Rp1,8 triliun.
Jika aparat penegak hukum benar-benar serius memberantas mafia batu bara, maka pintu air Sungai Mahakam dan KSOP Samarinda harus menjadi titik awal pengungkapan.(LAI BPAN KGS)

Loading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *