Indcyber.com, SAMARINDA — Kemarahan publik terhadap maraknya tambang ilegal kini mendapat gaung di Gedung Karang Paci. Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur, Ananda Emira Moeis, secara tegas mendesak aparat penegak hukum untuk tidak lagi bersikap lunak terhadap pelaku tambang liar, terlebih yang beroperasi di kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman—lahan yang sejatinya diperuntukkan bagi pendidikan dan penelitian.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan seluruh komisi DPRD Kaltim pada Senin (5/5/2025), Ananda menyatakan bahwa kasus ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga bentuk penghinaan terhadap dunia pendidikan dan simbol perusakan lingkungan secara terang-terangan.
“Ini bukan sekadar tambang ilegal biasa. Ini dilakukan di area yang harusnya steril demi pendidikan. Kalau ini dibiarkan, besok-besok akan muncul tambang di halaman kampus,” cetus politisi PDI Perjuangan itu.
Menurut Ananda, kehadiran lengkap empat komisi DPRD dalam rapat adalah sinyal bahwa lembaga legislatif ingin kasus ini diusut tuntas, tidak berhenti di meja rapat, dan tidak boleh mandek di proses awal penyelidikan.
Ia pun menuntut agar aparat penegak hukum bertindak tegas, tanpa kompromi, dan terbuka kepada publik.
“Sudah saatnya hukum tampil sebagai panglima, bukan penonton. Proses penyelidikan harus transparan, masyarakat menanti siapa otak di balik tambang ini,” katanya.
Ananda juga menyoroti lemahnya pengawasan di kawasan KHDTK seluas 300 hektare yang hanya dijaga oleh tiga petugas. Ia menyebut kondisi itu sebagai “celah kejahatan” yang harus segera ditutup.
“Bayangkan, hutan seluas itu cuma dijaga tiga orang. Ini bukan jaga gudang, ini kawasan penelitian! Kita akan dorong penambahan personel dan sarana seperti motor trail dan mobil patroli agar pengawasan berjalan efektif,” ujarnya dengan nada prihatin.
Ananda mengakui bahwa hingga kini belum ada titik terang dalam pengusutan kasus tersebut. Namun menurutnya, kehadiran DPRD dalam forum resmi adalah bentuk tekanan politik agar pemerintah dan aparat tidak lengah.
“Selama ini, masyarakat selalu menunggu hasil. Tapi hasil itu tak akan datang kalau tak ada tekanan publik dan keberanian politik. Kami ingin penegakan hukum dijalankan, bukan didiamkan,” pungkasnya.
KHDTK Unmul selama ini dikenal sebagai kawasan hutan pendidikan dan penelitian milik Universitas Mulawarman. Keberadaan tambang ilegal di dalamnya bukan hanya merusak ekosistem, tapi juga menodai marwah dunia akademik. Kini, sorotan publik tertuju pada langkah aparat—apakah akan serius menindak, atau kembali membiarkan kasus ini tenggelam seperti yang sudah-sudah.
Reporter: Fathur | Editor: Awang | ADV