Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur, Bambang Arwanto. (Foto : Fathur/indcyber.com)
Indcyber.com, Samarinda – Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur, Bambang Arwanto, mengungkapkan bahwa kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman seluas 300 hektare kini berada dalam ancaman serius akibat tumpang tindih dengan sejumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) aktif.
Hal ini disampaikannya kepada media usai rapat dengar pendapat (RDP) lintas komisi bersama DPRD Kaltim yang turut dihadiri Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, Leonardo Gultom, dan Kepala KHDTK Unmul, Rustam, di Gedung Utama E DPRD Kaltim, Senin (5/5/2025).
“Ada sekitar 3,26 hektare yang sudah terdampak langsung oleh aktivitas tambang ilegal. Bahkan, beberapa IUP seperti milik Bismillah Reskaltim dan KSU Buma sudah masuk ke wilayah KHDTK,” tegas Bambang.
Ia menambahkan, ketidakteraturan ini terjadi sejak diberlakukannya sistem perizinan Online Single Submission (OSS) berbasis risiko yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021. Sistem ini dinilai membuka ruang tumpang tindih karena lemahnya verifikasi spasial terhadap perizinan lahan.
“Tanah jadi tidak terkendali dan dimanfaatkan oleh pelaku tambang ilegal. Maka, kami mendorong agar Universitas Mulawarman segera menyurati Kementerian ESDM untuk meninjau ulang dan merevisi IUP yang tumpang tindih,” jelasnya.
Dalam rapat yang berlangsung intens tersebut, DPRD Kaltim juga mengusulkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Tambang Ilegal lintas sektor. Gagasan itu disambut positif oleh ESDM Kaltim.
“Kami sangat mendukung ide pembentukan Satgas ini. Karena masalah tambang ilegal sangat kompleks dan butuh penanganan lintas institusi, baik daerah maupun pusat,” kata Bambang.
Dukungan ini menunjukkan keseriusan Pemerintah Provinsi Kaltim dalam menyelamatkan kawasan strategis KHDTK Unmul dari kerusakan lebih lanjut. Sementara DPRD Kaltim mendorong percepatan koordinasi antar-lembaga agar kebijakan penertiban bisa segera dieksekusi.
Reporter: Fathur | Editor: Wong | ADV