Indcyber.com, Sangatta — Aroma busuk penyimpangan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutai Timur Tahun 2025 makin menyengat. Setelah muncul laporan dugaan pemangkasan anggaran secara sepihak oleh oknum pejabat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), kini muncul indikasi upaya sistematis membungkam media agar pemberitaan tidak berlanjut.
Sejumlah jurnalis dan pegiat media di Sangatta mengaku menerima tawaran uang agar menghentikan publikasi terkait polemik internal Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Bappeda Kutim.
“Ada yang menghubungi dan bilang: ‘Kalau bisa tolong diturunkan beritanya, nanti kita bantu biaya operasional media,’” tulis akun Instagram @Lambe.Kaltim, Senin (28/7/2025).
Pihak yang menghubungi tidak menyebut identitas jelas, dan permintaan tersebut langsung ditolak.
Fraksi Rakyat Kutim Laporkan Pejabat Bappeda
Merespons isu ini, Fraksi Rakyat Kutim (FRK) resmi melaporkan salah satu Kepala Bidang di Bappeda Kutim ke Majelis Kode Etik Pegawai dan Inspektorat Wilayah atas dugaan pelanggaran etik dan tata kelola anggaran.
Laporan bernomor 01/Laporan/VII/2025 tersebut menyebut adanya penyusunan APBD 2025 yang dilakukan tanpa pelibatan penuh unsur TAPD, sebagaimana diamanatkan Keputusan Bupati Nomor 900/K.226/2024 tentang Pembentukan TAPD Kutim.
“Proses penyusunan dilakukan tertutup, tanpa undangan resmi, risalah rapat, atau berita acara. Hal ini jelas melanggar Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Daerah, serta berpotensi melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena mengandung unsur penyalahgunaan wewenang,” tegas aktivis FRK Faisal Afzalul Fawzan.
GRPK Desak KPK dan Kejagung Turun Tangan
Ketua Gerakan Rakyat Pemberantasan Korupsi (GRPK), Burhanuddin AR, mendesak KPK dan Kejaksaan Agung segera mengusut dugaan praktik korupsi berjamaah dalam proses penganggaran APBD Kutim.
“Kalau benar APBD dipakai untuk melunasi utang politik, ini bukan lagi pelanggaran etik, tapi kejahatan terhadap rakyat. Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor tegas melarang setiap penyelenggara negara memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara,” ujarnya, Kamis (24/7/2025).
Dugaan Pemangkasan Anggaran Sepihak
Laporan investigatif jurnalis Ridwan Muzzakir di Kompasiana (21 Juli 2025) mengungkap nama Marhadin, Kepala Bidang Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan (P2EP) Bappeda Kutim, sebagai aktor utama di balik pemangkasan sepihak dari total rancangan awal Rp8,4 triliun menjadi Rp6 triliun.
Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melaporkan ketimpangan data antara dokumen APBD resmi dan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).
Dinas Perkim: dari Rp910 miliar hanya terealisasi Rp458 miliar.
Dinas PUPR: dari Rp1,47 triliun menyusut menjadi Rp992 miliar.
Pemangkasan ini dilakukan tanpa persetujuan DPRD maupun TAPD, sebuah tindakan yang dapat dikategorikan melanggar Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik.
Jejak Utang Politik dan Tender Ijon Pilkada
Informasi lain yang beredar menyebut, pemangkasan dan pengalihan pos anggaran dilakukan untuk melunasi utang politik Bupati Kutai Timur, Ardiansyah Sulaiman, kepada seorang investor besar yang mendanai kampanye pilkada sebelumnya.
“Marhadin bukan hanya teknokrat, tapi operator. Kalau ini benar, kita sedang menyaksikan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang sistemik dan berulang,” ujar salah satu sumber internal TAPD.
Kecurigaan publik makin menguat setelah terendus dua proyek tender kilat menjelang pilkada, yang disebut-sebut sudah diarahkan kepada pihak tertentu.
“Pesertanya hanya formalitas. Pemenang sudah disiapkan. Ini kuat dugaan proyek ‘ijon politik’,” kata salah satu pengusaha peserta tender.
Akar Masalah: Politik Uang dan Manipulasi Birokrasi
Tindakan seperti ini jelas mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Penyalahgunaan APBD untuk kepentingan politik pribadi dapat dikategorikan sebagai:
1. Tindak pidana korupsi (Pasal 2 & 3 UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001)
2. Pelanggaran etik ASN (PP No. 94/2021 tentang Disiplin PNS)
3. Intervensi terhadap pers dan kebebasan informasi (Pasal 4 ayat 2 & 3 UU Pers No. 40/1999)
Penegakan Hukum Ditunggu
Hingga berita ini diturunkan, pihak Bupati Kutai Timur dan Bappeda belum memberikan keterangan resmi. Namun tekanan publik terhadap aparat penegak hukum semakin kuat.
“Kalau laporan ini dibiarkan, artinya negara sedang melegalkan politik transaksional dalam pengelolaan APBD. Ini bentuk pengkhianatan terhadap rakyat dan konstitusi,” pungkas Burhanuddin AR.
🧾 Catatan Hukum:
Setiap pejabat yang dengan sengaja mengubah, memanipulasi, atau menggunakan APBD untuk kepentingan pribadi dapat dijerat dengan:
1. Pasal 2 & 3 UU Tipikor (ancaman pidana 4–20 tahun penjara)
2. Pasal 421 KUHP (penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat negara)
3. Pasal 4 UU Pers No. 40/1999 (menghalangi kerja jurnalis dapat dipidana).(red koranpagi)