M. Novan Syahronny Pasie didampingi nara sumber Staf Ahli Komisi IV DPRD Kota Samarinda dan perwakilan organisasi kepemudaan KNPI Kota Samarinda, saat memberikan pemaparan pada kegiatan sosialisasi revisi Perda Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan. (Foto: Fathur/indcyber.com)
Indcyber.com, Samarinda, 28 Mei 2025 — Komisi IV DPRD Kota Samarinda resmi menggulirkan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan melalui kegiatan sosialisasi yang digelar di Aubry Sport Center, Jalan Juanda 6, Kelurahan Air Hitam, Kecamatan Samarinda Ulu. Kegiatan ini menjadi langkah awal penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) baru yang lebih responsif terhadap dinamika ketenagakerjaan, sekaligus sebagai penyesuaian atas perubahan regulasi nasional, terutama setelah disahkannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Acara yang menghadirkan perwakilan pemuda dari KNPI Kota Samarinda, tenaga ahli DPRD, serta insan media ini dibuka oleh Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie. Dalam sambutannya, Novan menekankan bahwa revisi ini penting karena Perda yang lama sudah tidak lagi relevan menghadapi tantangan dunia kerja saat ini. Ia menyebut bahwa banyak perubahan telah terjadi, baik dalam pola hubungan kerja maupun struktur hukum ketenagakerjaan nasional, sehingga perlu pembaruan kebijakan di tingkat daerah.
Menurut Novan, Perda Nomor 4 Tahun 2014 tidak lagi memadai dalam menjawab tantangan ketenagakerjaan yang kompleks dan cepat berubah. “Perda ini sudah berlaku sejak 2014. Banyak hal berubah, terutama setelah adanya UU Cipta Kerja. Revisi ini bertujuan agar regulasi ketenagakerjaan kita tidak ketinggalan zaman dan bisa menjawab tantangan sektor tenaga kerja di tingkat lokal,” ujarnya.

Dalam sesi diskusi yang berlangsung selama kegiatan, sejumlah peserta menyampaikan masukan kritis, terutama terkait perlindungan terhadap pekerja lokal dan pekerja digital. Salah satu peserta menyoroti pentingnya pembaruan regulasi untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan pola kerja baru yang muncul dalam dunia digital. Ia mengangkat fenomena maraknya profesi konten kreator dan pekerja freelance daring yang hingga kini belum memiliki perlindungan hukum yang memadai. Ia berharap agar perda yang baru dapat mengakomodasi kebutuhan perlindungan bagi profesi nonformal berbasis digital tersebut.
Masukan lainnya datang dari peserta yang menyoroti pentingnya pemberdayaan tenaga kerja lokal, khususnya warga asli Samarinda, dalam berbagai sektor industri dan ekonomi. Ia menilai perlu ada ketentuan tegas dalam perda untuk memastikan keterlibatan pekerja lokal dalam proyek-proyek besar di Samarinda. “Kalau ada pusat kegiatan ekonomi besar, kita harus pastikan bahwa pekerja lokal mendapatkan tempat yang layak. Jangan sampai semua tenaga kerja diambil dari luar, sementara warga kita hanya jadi penonton,” ucapnya.
Isu lain yang diangkat adalah perlindungan bagi hak-hak pekerja, seperti jam kerja, lembur, dan jaminan kesejahteraan, khususnya bagi pekerja sektor informal. Peserta meminta adanya aturan yang tegas untuk mencegah terjadinya eksploitasi terhadap tenaga kerja nonformal yang masih sering luput dari perlindungan hukum.
Usai acara sosialisasi, wartawan turut mengajukan pertanyaan kepada Ketua Komisi IV terkait perlindungan bagi pekerja informal, seperti pembantu rumah tangga atau tenaga lepas tanpa kontrak kerja. Menanggapi hal tersebut, Novan menyatakan bahwa pekerja informal adalah kelompok paling rentan dan harus mendapat perhatian serius dalam penyusunan Raperda. “Pekerja informal seperti pembantu rumah tangga, tukang kebun, hingga tenaga lepas lainnya sering kali tidak memiliki perjanjian kerja dan rawan diberhentikan sepihak. Ini harus menjadi perhatian dalam perda baru nanti,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa bentuk rekrutmen menjadi faktor penting dalam perlindungan tenaga kerja. Menurutnya, pekerja yang direkrut melalui perusahaan penyalur tenaga kerja cenderung memiliki perlindungan yang lebih baik karena adanya kontrak dan standar kerja yang lebih jelas. Model ini dinilai dapat menjadi alternatif perlindungan yang lebih sistematis, meski tetap harus diawasi pelaksanaannya.
Pertanyaan lain dari media menyinggung soal batas usia kerja, yang dijawab Novan dengan sorotan terhadap praktik di sektor swasta yang kerap memensiunkan pekerja sebelum usia 55 tahun. Ia menilai kebijakan tersebut tidak adil bagi pekerja yang masih produktif. Untuk itu, ia mendorong agar perda mendatang bisa mengatur secara lebih adil mengenai usia kerja, baik batas bawah maupun atas. Ia juga menilai bahwa seseorang yang sudah memiliki KTP dan telah menamatkan pendidikan dasar sudah seharusnya bisa bekerja secara legal dengan perlindungan yang jelas.
Tenaga ahli Komisi IV DPRD Samarinda, Endang, dalam paparannya menjelaskan bahwa revisi perda ini juga bertujuan untuk menyelaraskan aturan daerah dengan regulasi nasional yang lebih tinggi, seperti Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 dan UU No. 6 Tahun 2023. Ia menekankan bahwa harmonisasi ini penting agar perda tidak justru bertentangan dengan peraturan yang berlaku secara nasional. “Perubahan dalam struktur hukum ketenagakerjaan nasional sangat signifikan dan membutuhkan adaptasi di tingkat lokal,” ujarnya.
Baik Novan maupun Endang menegaskan bahwa sosialisasi ini merupakan tahapan awal dari proses revisi yang akan terus bergulir. Komisi IV DPRD Samarinda berkomitmen untuk melibatkan lebih banyak pihak dalam pembahasan lanjutan, termasuk serikat pekerja, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat sipil. Forum-forum tematik juga akan disiapkan agar pembahasan bisa lebih mendalam, misalnya terkait ketenagakerjaan perempuan, disabilitas, atau sistem pengawasan ketenagakerjaan.
Langkah revisi perda ini selaras dengan semangat perlindungan pekerja dalam UU Cipta Kerja, di mana pemerintah pusat juga terus mendorong peningkatan perlindungan bagi semua jenis hubungan kerja. Termasuk di antaranya, upaya untuk memberikan payung hukum yang jelas bagi pekerja rumah tangga dan tenaga kerja informal lainnya yang hingga kini masih rentan secara hukum maupun sosial.
Reporter: Fathur | Editor: Awang | ADV
![]()

