Skandal Hutan Pendidikan Unmul: Praperadilan Diduga Lindungi Aktor Intelektual Tambang Ilegal

indcyber.com, Samarinda – Putusan praperadilan Pengadilan Negeri Samarinda yang membebaskan dua tersangka kasus penambangan di Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman (Unmul) menuai kecaman keras. Keputusan ini dinilai sebagai preseden buruk dan membuka ruang bebas bagi mafia tambang untuk terus merusak kawasan hutan pendidikan tanpa takut hukum.

Anggota DPD RI asal Kaltim, Henock, menegaskan bahwa aparat penegak hukum jangan sampai hanya menjadikan “kambing hitam” dari kalangan kecil sementara aktor intelektual yang sebenarnya dibiarkan melenggang bebas.

“Mereka ini kan dugaannya hanya meminjamkan alat berat. Bukan otak utama penambangan. Penegak hukum jangan pura-pura tidak tahu. Menangkap pemilik rental alat berat saja tidak menyelesaikan masalah,” tegas Henock, Kamis (11/9).

Dalang Penambangan Diduga Orang Dalam Kampus

Berdasarkan sumber informasi valid, dalang penambangan di kawasan KHDTK Fahutan/KRUS Unmul yang telah berubah menjadi ladang batu bara justru diduga kuat melibatkan orang dalam. Nama Wakil Rektor 3 Unmul, Prof. Dr. H. Moh. Bahzar, M.Si., mencuat sebagai aktor intelektual. Dugaan ini memperkuat kecurigaan publik bahwa ada keterlibatan pejabat akademik dalam merusak hutan pendidikan yang seharusnya menjadi ruang penelitian dan pendidikan bangsa.

Jika benar, maka tindakan ini jelas melanggar Pasal 89 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang menegaskan:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan penambangan tanpa izin di dalam kawasan hutan, dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling sedikit Rp1,5 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.”

Ketua Aliansi Indonesia Kaltim: Segera Periksa dan Tangkap!

Desakan serupa datang dari Ketua Lembaga Aliansi Indonesia Badan Penelitian Aset Negara Komando Garuda Sakti Kalimantan Timur, Suryadi Nata. Ia dengan tegas meminta aparat tidak tebang pilih.

“Segera periksa Wakil Rektor 3 Prof. Dr. H. Moh. Bahzar, M.Si. Jika terbukti, jangan ditunda lagi—langsung ditangkap! Negara tidak boleh kalah dengan mafia tambang yang bersembunyi di balik jabatan,” tegas Suryadi.

Menurutnya, membiarkan pejabat terduga pelaku kejahatan lingkungan bebas berkeliaran hanya akan mempermalukan hukum di mata rakyat.

Putusan Hakim Disorot: “Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas”

Majelis hakim PN Samarinda sebelumnya mengabulkan praperadilan dua tersangka, Daria (42) dan Eddy (38), dengan menyatakan penetapan tersangka oleh Balai Gakkum KLHK cacat prosedur. Putusan itu juga membatalkan penyidikan, penangkapan, penahanan, hingga penyitaan barang bukti.

Kuasa hukum Laura Anzani bahkan menyebut Gakkum KLHK telah melanggar hukum acara karena Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tidak pernah diterbitkan.

Namun, publik menilai ada aroma tajam ke bawah tumpul ke atas. Apalagi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa hutan pendidikan telah menjadi tambang batu bara raksasa yang mustahil hanya dikendalikan oleh dua orang “peminjam alat berat”.

Henock: Bongkar Mafia Tambang, Jangan Hanya Tumbalkan Kecil

Henock mendesak agar Polda Kaltim dan Kementerian Kehutanan tidak berjalan sendiri-sendiri, melainkan bersinergi untuk mengungkap dalang sebenarnya.

“Penegakan hukum jangan hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas. Kalau aparat benar-benar profesional, bongkar aktor intelektualnya, jangan hanya mengorbankan rakyat kecil,” katanya.

Prabowo: Tidak Ada Jenderal yang Bisa Lindungi Tambang Ilegal

Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraan di hadapan Sidang Tahunan MPR 2025 sudah menegaskan sikap keras terhadap mafia tambang.

“Saya beri peringatan; apakah ada orang-orang besar, orang-orang kuat, jenderal-jenderal dari manapun—TNI atau Polri atau mantan jenderal—tidak ada alasan, kami akan bertindak atas nama rakyat.”

Catatan Kritis

Kasus Hutan Pendidikan Unmul ini menjadi cermin betapa hukum di Indonesia kerap dipermainkan. Putusan praperadilan bisa saja sah secara formil, tetapi tidak menjawab substansi kerusakan lingkungan yang nyata. Aparat hukum kini ditantang untuk membuktikan bahwa hukum benar-benar ditegakkan berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Jika aktor intelektual dibiarkan, maka hukum sekali lagi hanya menjadi alat yang tajam menghukum rakyat kecil, tetapi tumpul terhadap para perusak negara yang berlindung di balik jabatan.(RA)

Loading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *