Indcyber.com, Samarinda – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Samarinda terus mematangkan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Bencana. Dalam rapat terbaru, Pansus menggandeng Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda untuk memberikan masukan terkait penguatan regulasi tersebut.
Ketua Pansus, Abdul Rohim, menegaskan bahwa revisi diperlukan untuk memperjelas sejumlah ketentuan, khususnya dalam pemberian sanksi bagi badan usaha atau perorangan yang aktivitasnya menyebabkan terjadinya bencana, seperti pembangunan yang berdampak pada banjir. Rabu (19/3/2025).
“Dalam Perda yang lama memang sudah ada sanksi, namun kurang rinci. Melalui revisi ini, kami ingin ada aturan yang lebih tegas agar memberikan efek jera kepada pihak yang lalai atau sengaja menyebabkan bencana,” ujar Abdul Rohim kepada awak media usai rapat di Gedung DPRD Samarinda.
Dorong Pembentukan PPNS di BPBD
Pansus juga membahas pentingnya pembentukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan BPBD. Selama ini, sejumlah dinas teknis telah memiliki PPNS untuk menegakkan aturan, namun BPBD belum memiliki kewenangan serupa.
“Kami ingin BPBD tidak hanya bersifat imbauan, tapi juga bisa bertindak tegas dalam penegakan aturan mitigasi bencana,” tambah Rohim.
Perkuat Peran BPBD dalam Penataan Ruang
Isu strategis lain yang disorot adalah kedudukan BPBD dalam forum penataan ruang. Selama ini, BPBD hanya berstatus sebagai peserta tanpa hak strategis dalam proses pengambilan keputusan.
“Banyak bencana muncul akibat pembangunan di kawasan rawan. Karena itu, BPBD harus menjadi anggota tetap dalam forum ini agar masukan mereka wajib dipertimbangkan dalam perencanaan tata ruang,” tegas Rohim.
Tantangan Operasional BPBD
Kepala BPBD Kota Samarinda, Suwarso, yang turut hadir dalam rapat, mengungkapkan sejumlah kendala yang dihadapi dalam penanggulangan bencana, termasuk keterbatasan anggaran untuk bantuan stimulan kepada masyarakat terdampak.
“Tim kami melakukan pengkajian kebutuhan pasca-bencana, seperti menghitung kebutuhan bahan bangunan untuk rumah yang rusak. Sayangnya, dana stimulan yang tersedia masih sangat terbatas,” jelas Suwarso.
Ia juga menyoroti terbatasnya kewenangan BPBD, mengingat Kepala BPBD hanya berstatus pelaksana yang tetap harus berkoordinasi dengan Sekretaris Daerah (Sekda) dalam pengambilan keputusan strategis.
Dukungan Anggaran untuk BPBD
Pansus turut mendorong adanya alokasi anggaran mandatori untuk BPBD, serupa dengan daerah lain yang sudah menetapkan minimal 2% dari APBD untuk upaya penanggulangan dan mitigasi bencana.
“Peran BPBD sangat strategis, bahkan mampu menghidupkan kembali sektor lain. Misalnya, di Tanah Merah, normalisasi anak sungai yang dilakukan BPBD tidak hanya mencegah banjir, tetapi juga membuka lahan pertanian 50 hektare yang sebelumnya terendam,” ungkap Abdul Rohim.
Revisi Perda ini ditargetkan rampung pada Agustus 2025. Pansus berkomitmen menyusun regulasi yang lebih kuat, rinci, dan implementatif tanpa bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
“Kami ingin regulasi ini benar-benar efektif di lapangan dan menjadi instrumen kuat dalam melindungi warga dari risiko bencana,” pungkas Rohim.
Reporter : Fathur | Editor : Awang | ADV