Indcyber.com, SAMARINDA — Baru dua pekan menjabat, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim), Prof. Supardi, langsung menunjukkan taringnya. Lewat Tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus, satu tersangka baru kembali dijebloskan ke tahanan dalam kasus dugaan korupsi dana Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
Tersangka berinisial MSN, yang menjabat Wakil Ketua Tim Likuidator PT. Kutai Timur Energi (KTE), resmi ditahan sejak 31 Juli 2025. Ia dititipkan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Samarinda selama 20 hari ke depan.
MSN diduga kuat menyalahgunakan dana investasi senilai miliaran rupiah dari PT. Kutai Timur Investama (KTI)—induk usaha PT. KTE—yang diinvestasikan ke perusahaan swasta PT. Astiku Sakti.
“Penahanan dilakukan karena ancaman pidana di atas lima tahun serta risiko tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya,” terang Kasi Penkum Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, dalam keterangan persnya.
Penetapan MSN sebagai tersangka dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Khusus Kepala Kejati Kaltim Nomor: Print-07/O.4/fd.1/07/2025 tertanggal 31 Juli 2025. Penyidik menyatakan telah mengantongi setidaknya dua alat bukti kuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP.
Sebelumnya, pada 23 Juni 2025, Kejati Kaltim telah menetapkan HD, Ketua Tim Likuidator PT. KTE, sebagai tersangka pertama dalam kasus ini. Namun, hingga kini HD belum ditahan dengan alasan kesehatan.
Modus Licik Penarikan Dana Tanpa Mekanisme Sah
Kasus ini berawal dari investasi dana senilai Rp40 miliar oleh PT. KTE ke PT. Astiku Sakti. Dari investasi itu, diperoleh dividen sebesar Rp2 miliar. Namun alih-alih dikembalikan ke kas daerah atau induk usaha PT. KTI, dana senilai Rp38,45 miliar justru ditarik dan dikelola langsung oleh MSN dan HD.
“Dana itu tidak disetorkan ke PT. KTI atau kas daerah, tetapi digunakan secara sepihak tanpa mekanisme rapat atau keputusan tim likuidator,” ungkap Toni.
Audit dari BPKP mencatat kerugian negara mencapai Rp38.453.942.060. Penyidik meyakini tindakan ini melanggar berbagai aturan, termasuk:
1. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
2. UU tentang Pemerintahan Daerah
3. UU tentang Perseroan Terbatas
Dua pelanggaran utama dalam kasus ini disebutkan Toni sebagai berikut:
1. Tidak menyetorkan hasil likuidasi aset saham ke kas daerah.
2. Menggunakan dana tanpa persetujuan resmi Tim Likuidator.
Ancaman Hukum Berat Menanti
Atas perbuatannya, MSN dan HD dijerat dengan pasal-pasal berat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni:
Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001,
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Ini bentuk komitmen nyata kami untuk menuntaskan berbagai perkara korupsi yang merugikan daerah,” tegas Toni.
Penyidikan terus bergulir dan Kejati Kaltim tidak menutup kemungkinan adanya tersangka tambahan yang terlibat dalam pengelolaan dana dan aset BUMD milik Pemkab Kutim tersebut.
Editor: Rdaksi Kriminal Kaltim
Sumber: Kejati Kaltim | BPKP
Tanggal: 3 Agustus 2025
![]()

