Kisruh Lahan Plasma Sawit di Kutai Timur, Petani Desak Hak Mereka Dipenuhi

KUTAI TIMUR, indcyber.com – Konflik terkait pengelolaan lahan plasma kelapa sawit di Kabupaten Kutai Timur terus menjadi sorotan. Ratusan hektare lahan plasma yang dikelola perusahaan swasta di Kecamatan Muara Ancalong dan Long Mesangat belum memberikan kepastian hak bagi petani lokal. Persoalan ini memunculkan kekecewaan di kalangan petani yang merasa hak mereka diabaikan.

PT Cipta Davia Mandiri (PT CDM), salah satu anak perusahaan dari Rea Kaltim Plantation Group, mengelola sekitar 22.500 hektare lahan kelapa sawit di kawasan tersebut. Sebagai bagian dari grup perusahaan yang berkomitmen pada keberlanjutan, PT CDM mengklaim menerapkan praktik agribisnis ramah lingkungan dengan mengacu pada sertifikasi internasional seperti RSPO dan ISPO. Namun, realitas di lapangan menyisakan sejumlah masalah, terutama terkait pengelolaan lahan plasma.

Azis, Ketua Kelompok Tani Pondok Balok Bersatu di Desa Kelinjau Ulu, menyatakan bahwa pihaknya kecewa karena sejak masa tanam pada 2010 hingga produksi dimulai pada 2016, hasil plasma yang dijanjikan belum diterima oleh petani. “Kami sudah melakukan mediasi bersama pemerintah daerah, baik tingkat kabupaten maupun provinsi, tapi belum ada solusi konkret,” ungkapnya.

Langkah terakhir yang dilakukan Azis dan kelompoknya adalah mengadukan masalah ini ke Kantor RSPO di Jakarta pada Oktober 2023. “Kami berharap pengaduan ini menjadi jalan keluar. Mediasi sebelumnya selalu buntu,” katanya.

Persoalan ini mencakup lahan plasma seluas 396 hektare di Desa Kelinjau Ulu, Muara Ancalong, dan 525 hektare di Desa Tanah Abang, Long Mesangat. Total luas Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan di kawasan tersebut mencapai lebih dari 20 ribu hektare.

Kepala Desa Kelinjau Ulu, Abdul Razak, yang turut memfasilitasi mediasi, menyebutkan bahwa ketidakkooperatifan perusahaan di masa lalu menjadi pemicu utama konflik ini. Namun, ia optimis bahwa kesepakatan mulai terlihat. “Ada indikasi perusahaan bersedia membahas komitmen bagi hasil melalui koperasi dan pembuatan Surat Perjanjian Kerja (SPK),” ujarnya.

Sementara itu, Syahriansyah dari Dinas Perkebunan Kutim menjelaskan mekanisme pembagian hasil plasma. Menurutnya, perusahaan wajib mengalokasikan 20 persen dari kebun inti untuk petani plasma sesuai dengan aturan. “Sayangnya, beberapa perusahaan belum memenuhi kewajiban ini atau tidak transparan dalam pengelolaan plasma,” jelasnya.

Hingga berita ini ditulis, upaya konfirmasi kepada PT Rea Kaltim Plantation Group melalui Comdev Officer-nya, Trebon, belum memberikan hasil yang memadai. Trebon menyatakan bukan bagian yang menangani plasma. Sementara Senior Manager PT CDM, Esron Sitanggang, belum memberikan tanggapan meski telah dihubungi berulang kali.

Petani berharap persoalan ini segera menemukan penyelesaian yang adil agar mereka dapat menikmati hasil dari lahan plasma yang mereka miliki. Sebagian petani bahkan menyebut bahwa beberapa anggota kelompok telah meninggal sebelum sempat merasakan manfaat dari hasil plasma yang dijanjikan.

Loading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *